metafora kehidupan

metafora kehidupan
cara pandang kita menentukan pikiran kita

Jumat, 26 Februari 2010

Wanita Tuna Susila

Dalam dunia pendidikan kita sangat mengenal yang namanya tugas.
Terkadang kita sangat sebal mendengar kata tugas ini padahal guru memberikan tugas untuk melatih cara berpikir kita mengenai suatu hal atau materi pelajaran yang telah disampaikan.
Beruntung bagi ikhlas mengerjakan tugas karena dengan itu kita dapat memperoleh sebuah ilmu yang sangat berharga dan tertuang dalam pengalaman yang merupakan bagian dari puzzle kehidupan kita.

Pada pertengahan agustus 2004 di XII IPA 5

Seisi kelas sudah merasa antusias dengan tugas yang diberikan oleh guru Bahasa Indonesia kami, Bu Sularni. Tugas yang diberikan yaitu berupa menyusun makalah (amboi...tinggi sekali bahasa makalah ini, biasa juga tugas cuma dari LKS (Lembar Kerja Siswa) yang akan dikerjakan oleh para siswa menjelang saat dikumpul dengan cara mencontek pekerjaan teman, karena itu kami sangat berantusias mendengar kata makalah ini) yang berisi tentang penelitian siswa terhadap topik tertentu dengan menggunakan data konkret. Yang dimaksud data konkret ini yaitu data yang diambil dari survey, polling, wawancara, statistik, dsb yang kemudian akan dipresentasikan. Menantang sekali bukan???hehehehe

Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang masing-masing kelompok akan membahas topik yang berbeda dan beruntung sekali topiknya terserah pada masing-masing kelompok alias bebas..
Gue terpilih dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 4 orang pria (termasuk gue) dan seorang wanita (sayang sekali gue lupa siapa aja personilnya tapi yang pasti ada anggota keluarga besar juga).
Sepulang sekolah kami berlima berdiskusi mengenai topik apa yang akan diangkat dalam makalah kita dan metode apa yang akan kita ambil untuk menentukan datanya.
Gue, sebagai pencari sensasi, mencoba berpikir terbalik. Gue terlebih dahulu menentukan metode yang akan diambil untuk mencari data baru memikirkan topik apa yang akan dibahas.
Tring....ada suatu ide yang terbesit di benak gue yang langsung gue ungkapkan pada mereka,
" eh, gimana kalau topik kita tentang WTS (Waria eh Wanita Tuna Susila)????"
"yakin loe wan???", tanya mereka untuk meyakinkan..
"yakin, metode yang kita ambil untuk mendapatkan data yaitu dengan wawancara dan menyebarkan polling kepada siswa..", jawab gue dengan penuh nafsu..
"wawancara siapa wan?"
"ya wawancara WTS-nya lah, siapa lagi, gimana??"
Disini gue melihat mata mereka berbinar tanda setuju dengan ide gue tersebut dan kami yakin pasti akan jadi makalah dan presentasi yang bagus.Setelah beberapa lama berdiskusi, kami sepakat untuk mengadakan wawancara pada hari sabtu, malam minggu tepatnya dengan lokasi Lapangan Saburai.
wkwkwkwk
Temen-temen lain yang esoknya mendengar ide kelompok kami juga tertarik untuk ikut wawancara dengan WTS (maklumlah masa puber..loh???). Kami menggunakan dua metode pengumpulan data, yang pertama dengan wawancara dan yang kedua dengan penyebaran polling (kelompok lain pada umumnya cuma polling aja)..

Hari H alias hari sabtu, malam minggu.
Kami semua berkumpul ditempat jendro sebelum berangkat menuju lokasi. Busyet, gue kaget juga ternyata yang mau ikut banyak..hehehehe, bahkan dari kelas lain juga ada yang ikut (mereka sama penasarannya dengan gue tentang sosok WTS secara lebih dekat.hehehe). Dengan berkonvoi kami pun berangkat menuju lokasi, yaitu Lapangan Saburai yang kata orang banyak WTS sering menunggu pelanggan disana. Hati gue gelisah bin deg-degan, maklum ini pertama kalinya gue akan memasuki dunia yang kata orang warnanya hitam, mungkin temen-temen yang lain juga mempunyai perasaan yang sama. Sesampai dilokasi kami benar-benar kesulitan memilih mangsa.
1. WTS-nya ada banyak
2. Mental belum siap
Gue dan temen-temen coba memperhatikan satu per satu yang disambut dengan tatapan menggoda membakar iman. Kita seh pingin dapat narasumber yang muda (hehehehe) tapi rata-rata yang muda-muda ada penjaganya masing-masing. Setelah berkeliling beberapa kali, gue dan temen-temen lihat seorang wanita sendirian sedang merokok (belajar dari buku, katanya WTS itu menunggu pelanggan dengan merokok) dan kami mengambil kesimpulan mungkin wanita tersebut adalah WTS. Kami menghampiri wanita tersebut, tepatnya gue, andre, dan imam (gue ditemani oleh orang-orang pintar melobi neh) dan menanyakan mengenai statusnya dan apakah mau diwawancarai. Ternyata wanita tersebut benar seorang WTS dan bersedia diwawancara yang tentunya dengan imbalan, wanita tersebut meminta rokok sebagai imbalannya.
Alhamdulillah 'gak mahal-mahal. hehehe
Kami pun berembuk untuk urunan membeli rokok dan ternyata, masyaallah, cuma terkumpul uang sejumlah Rp 2.000 yang jika dibelikan rokok cuma dapat 3 batang. Kami pun menyodorkan 3 batang rokok itu sebagai imbalan yang tentu saja ditolak dengan sindiran, "emang gue wanita apaan??dikasih rokok koq cuma 3 batang."
Dirundung rasa malu, gue dan temen-temen urunan lagi untuk beli rokok tambahan.
(ternyata temen-temen tuh pada 'gak bawa uang takut kena palak preman)
Akhirnya dengan susah payah kami dapat membeli setengah bungkus rokok yang langsung disambut dengan suka cita oleh WTS tersebut (setengah bungkus tersebut dapat bonus dengan kotaknya jadi terlihat lebih keren. hehehe).
"kalian mau wawancara tentang apa??", buka WTS tersebut..
Kami jelaskan tentang konsep makalah kami dan membutuhkan data tentang kehidupan WTS dan kami mulai wawancara sesuai konsep yang telah disusun sebelumnya dengan modal HP N 6600 sebagai alat perekam. Tapi lama-lama pertanyaannya makin menyimpang dan disambut dengan antusias temen-temen lain yang langsung mengerubungi WTS tersebut seolah-olah sedang mendengar Utadz sedang berceramah. hehehehe. Llumayanlah untuk menambah pengetahuan pikir mereka.

Selesai wawancara WTS tersebut minta diantar ke depan RS AM karena dia sudah ditunggu pelanggan disana. Disinilah temen-temen gue mulai cuci tangan, mereka 'gak ada yang sudi mengantarkan WTS tersebut dan tinggallah gue yang merasa 'gak enak hati (udah ditanya aneh-aneh dan cuma dibayar dengan setengah bungkus rokok) yang dengan terpaksa mengantarkan WTS tersebut ke tempat tujuan. Sepanjang jalan WTS tersebut mengajak gue ngobrol tentang anaknya yang kulian di Unila (sewaktu perkenalan gue dan temen-temen mengaku sebagai mahasiswa Unila biar kelihatan lebih berbobot). Sebenarnya enak aja seh ngobrol dengan WTS tersebut tapi yang sungguh buat gue 'gak nyaman WTS tersebut duduknya begitu menempel dengan punggung gue sehingga gue bisa merasakan sesuatu yang menonjol dan membuat tidak nyaman. Jadi gue mengendarai Qibul dengan aksi seperti pembalap jalanan, ngebut sana ngebut sini, yang tentu saja disambut dengan pelukan yang makin erat...ckckckck
Tidak lama kemudian, akhirnya gue berhasil juga mengantarkan WTS tersebut dengan selamat dan menerima ucapan terima kasih.

Metode pertama telah selesai yang dilanjutkan dengan metode kedua yaitu polling yang disebarkan ke siswa-siswi kelas X (kelas 1 SMA). Ternyata bagian inilah yang bermasalah. Anak-anak kelas X tersebut mengisi polling yang kami minta dengan main-main. Isinya kata-kata jorok semua.
Tidak terima dengan hal itu temen gue, Jendro, mendatangi kelas yang bersangkutan dan menanyakan maksudnya dan menegor dengan keras.
Gue baru mengetahui tentang hal ini beberapa hari kemudian karena beberapa hari tidak masuk sekolah yang sebabnya akan gue ceritakan di chapter berikutnya. Begitu gue dan temen-temen mengetahui tentang hal ini, kami merasa sangat tersinggung dan mendatangi kembali kelas tersebut ramai-ramai. Sungguh bukan karena merasa sebagai jagoan tetapi lebih pada rasa tidak dihargai kalaupun yang bersangkutan tidak mau mengisi polling juga tidak apa-apa tetapi jangan dikotor-kotori dengan bahasa yang tidak pantas dipakai dalam dunia permakalahan (baca: bahasa jorok).
Semua tersulut emosi begitu pun gue tapi beruntung gue masih bisa manahan diri dan menanyakan baik-baik yang dijawab dengan penyesalan. Seandainya dia masih ngotot tentu gue dan temen-temen akan tambah kalap dan siap bertempur dengan mengorbankan jiwa dan raga apalagi melihat temen-temen sekelas terdakwa membelanya (salah koq dibela).
Akhirnya masalah dan makalah bisa diselesaikan dengan baik.
Ketika presentasi kami putar kembali rekaman wawancara kami diiringi tatapan tidak percaya dari Bu Sularni (mungkin beliau berpikir, alangkah beraninya anak-anak muda zaman sekarang..ckckckck), yang langsung disambut aplaus yang meriah dari temen-temen sekelas.

Semua dimulai dengan rasa ragu-ragu kawan, tetapi bila kita yakin maka kita pasti bisa..

Tulisan ini bukan dibuat untuk menjelek-jelekkan seorang WTS kawan. Karena pada dasarnya banyak wanita yang jadi WTS bukan karena kemauannya melainkan karena terpaksa. Cuma kebetulan aja wanita yang kami wawancarai ini jadi WTS karena ingin balas dendam pada suaminnya yang suka selingkuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar