metafora kehidupan

metafora kehidupan
cara pandang kita menentukan pikiran kita

Jumat, 26 Februari 2010

Pesta Kelas

Kebanyakan orang hanya berusaha mengejar harapan dan keinginannya saja tanpa menikmati proses perjalanannya dan menghargai kenangan tersebut karena hanya rasa lelah saja yang akan di dapat dan percayalah mereka sebenarnya tidak akan kemana-mana. (dikembangkan dari perkataan seorang teman).

Kenaikan kelas XI (kelas 2 SMA), gue terlempar ke kelas IPS. Ini akibat kelas X yang terlalu banyak dihabiskan dengan yang namanya bermain cinta. hehehehe. Gue, guntur dan dasril masuk ke kelas IPS 2, oka dan eko di kelas IPS 1, baskoro di kelas IPS 3. Berhubung kelas IPS terlalu penuh dan ada tawaran untuk pindah kelas maka tanpa pikir panjang kami mengajukan diri untuk pindah ke kelas IPA yang akhirnya disatukan dalam kelas IPA 5 kecuali guntur yang memilih menetap di kelas IPS. Sialnya pada hari pertama di kelas IPA, gue datang telat dan terpaksa menggotong kursi dari kelas lain karena sudah tidak ada kursi yang kosong. Gue duduk sebangku sama baskoro di pojok belakang seperti orang homo lagi mojok. Gue kira hidup gue bakal tidak menyenangkan di kelas ini yang notabene berisi orang-orang sejenis yang dapat menyebarkan penyakit kemalasan. Tapi gue keliru kawan, dikelas ini gue dapat segalanya.

Seperti makhluk normal lainnya, kami menyenangi olah raga. Waktu lagi musim bulutangkis, kami juga ikut main bulu tangkis dikelas. Berbekal foto pigura para pahlawan yang terpasang di dinding kelas sebagai raket, kami bermain seolah-olah seperti atlet profesional. Pencetus ide gila untuk menjadikan foto pigura pahlawan sebagai raket ini adalah makhluk bernama dasril. Dia juga yang rajin membawa shuttlecock agar kami makin bersemangat untuk latihan di kelas waktu istirahat atau jam kosong. Selain berfungsi sebagai raket, foto pigura pahlawan ini juga berfungsi sebagai tempat persembunyian barang-barang terlarang seperti VCD teman para pria (b*k*p), komik-komik, rokok, dan barang-barang lain yang tidak pantas di bawa ke sekolah jika terdengar desas-desus akan diadakan razia oleh pihak sekolah. Inilah namanya sebuah kreatifitas. Percaya atau tidak, kreatifitas itu berarti dapat memanfaatkan sesuatu yang sebelumnya tidak berguna menjadi sangat berguna.Memang kita harus menghargai jasa-jasa pahlawan karena pahlawan memang sangat berjasa bagi kami walaupun hanya fotonya saja.

Ketika musim bulu tangkis lewat dan berganti dengan permainan futsal, kami pun menyulap kelas kami mejadi lapangan futsal mini. Posisi duduk dikelas kami dibagi menjadi 4 banjar (memanjang kebelakang), yang demi lapangan futsal mini kami geser posisi duduknya menjadi 2 banjar besar di tepi kelas sehingga tengah-tengah kelas terdapat ruang kosong yang lumayan besar untuk bermain futsal. Guru-guru yang akan mengajar tentu kaget dengan posisi duduk seperti ini dan kami pun beralasan bahwa dengan seperti ini guru akan mudah untuk bergerak bebas ditengah-tengah kelas untuk berorasi menyampaikan pelajarannya yang tentu saja merupakan alasan yang tidak masuk akal tetapi guru-guru memang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Lapangan futsal mini dikelas ini kami pakai untuk bermain pada waktu istirahat dan jam kosong yang tentu saja permainannya akan selalu berakhir dengan rusuh karena perbandingan tempat dengan orang yang main sangat tidak seimbang. Akhirnya akibat protes anak-anak perempuan kelas kami yang merasa resah dengan posisi tempat duduk dan bola-bola yang selalu terpental mengenai mereka, kami pun menyusun posisi duduk seperti biasa. Dan ketika lapangan basket dibelakang lab. komputer selesai, kami pun pindah kesana untuk bermain futsal. Suatu ketika, setelah setengah jam lebih menunggu Bu Yusnidar (almarhumah) yang tidak kunjung datang, kami pun memutuskan untuk bermain futsal di lapangan tersebut. Selang beberapa lama main, tiba-tiba datang imam yang awalnya tidak ikut bermain, "woii, Bu Yusnidar datang.", teriaknya sambil cengar-cengir. Tentu saja kami tidak percaya dan terus bermain. Sampai datang lagi si Algifari, "woii, pada mau masuk 'gak neh pelajaran Bu Yus??", teriaknya sambil lari kembali lagi ke kelas. Beberapa lama kami semua bengong dan akhirnya memutuskan untuk masuk pelajaran Biologi yang diajar oleh Bu Yus tersebut. Sambil berlari-lari kelas, kami merapikan pakaian kami yang bentuknya sudah tidak karuan. Jreng.... sesampainya dikelas Bu Yus sudah menanti kami semua dan menyuruh kami berdiri di depan kelas untuk dipandangi satu per satu seakan-akan kami sehabis melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Pandangan gue berkeliling ke temen-temen sekelas dan gue kaget ketika melihat Jendro yang tadi ikut bermain ternyata masuk dengan selamat gara-gara percaya kata-kata imam. Sebetulnya seh dia tidak percaya kata-kata imam tapi berhubung posisi dia waktu itu sebagai kiper dan dia tidak senang dengan posisi itu makanya ketika imam mengajak masuk dia ikut aja. Sial... Ini semua gara-gara imam yang kadang-kadang suka bohong. Tapi untungnya hukuman di depan kelas itu tidak beberapa lama dan kami pun bisa mengikuti pelajaran tersebut walau dengan baju penuh keringat.

Di kelas ini juga, kami pernah belajar demokrasi, yaitu dengan menurunkan dan mengganti seorang guru BK. Setiap kelas itu ada pelajaran Bimbingan Konseling yang bobotnya satu jam pelajaran dan ketika pejaran tersebut tanpa sadar guru BK itu mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan oleh seorang guru BK. Beliau mengatakan bahwa kelas kami sebagai kelas IPA buangan dan kata-kata tidak sopan lainnya yang tentu saja teman-teman sekelas sangat tersinggung apalagi gue dan temen-temen yang merupakan pindahan dari kelas IPS. Kami pun berorasi ke kantor kepala sekolah dan meminta pergantian guru yang akhirnya disetujui.

Inilah sebagian kejadian yang terangkum bersama-sama teman-teman sekelas.

Penghargaan terbesar untuk teman-teman yang memberikan pelajaran dan arti hidup dalam sebuah kenangan terindah.
konsepnya adalah cita-cita..
wkwkwkwkw

Tidak ada komentar:

Posting Komentar