metafora kehidupan

metafora kehidupan
cara pandang kita menentukan pikiran kita

Jumat, 26 Februari 2010

Wanita Pertama

Kita tak pernah tau tentang dahsyatnya efek yang diakibatkan oleh perasaan yang sering disebut sebagai cinta. Gue pernah mengalami efek memabukkan tersebut dan efeknya juga sangat dahsyat ketika hubungan yang sebelumnya dilandaskan pada undang-undang percintaan tersebut berakhir.

Saat melihat seorang wanita bersepatu "gosh" tersebut pertama kali, gue seperti terpikat oleh berjuta rasa dan ketika hubungan tersebut berakhir gue terikat dengan berjuta rasa pula. Hal tersebut terjadi ketika gue kelas XI (kelas 2 SMA), hubungan satu setengah tahun kandas. Berjuta tanda tanya ada dihati.
Apakah gue tidak cukup baik??
Apakah gue tidak memberikan perhatian yang cukup???
dan lain-lain.
Padahal dulu dia berjanji akan mengajarkan arti cinta pada gue. Maklum kawan, wanita tersebut merupakan pacar pertama gue (sedangkan gue merupakan pacar ke-4 dia). Jadi gue cukup shock ketika ia meninggalkan gue.
Gue akui gue memang kasar, kere , dan masih banyak kekurangan lainnya yang mungkin demi dia bisa gue ubah. Tapi sudah terlambat kawan, perahu cinta itu sudah pergi, dan dia sudah tidak menyayangi gue lagi.

Teman jadi tempat untuk curhat.
Gue ke tempat Andre untuk menumpahkan segala keluh kesah gue dan lucunya gue menitikkan air mata. Selesai tempat andre, gue ke tempat baskoro, selesai tempat baskoro, gue tempat guntur, dan seterusnya (maaf man. Gue menyusahkan banget waktu itu.). Semua berkesimpulan sama "lupakanlah wanita itu", itu yang mereka katakan.

Gue mengalami hari-hari yang buruk setelah itu. Perasaan gue selalu diliputi kesedihan. Temen-temen gue pun pada kasihan ngelihat kondisi gue seperti itu. Mereka pun sepakat untuk mengajak gue mengamen untuk mengobati luka itu. Selama mengamen pun perasaan gue tidak menentu bahkan ketika hujan turun, gue ngotot untuk tetap mengamen (lokasi gue dan temen-temen mengamen adalah di bunderan marcopolo), sebagian temen sudah berteduh sedangkan sebagian lagi tetap menemani gue (terima kasih kawan atas pengorbanannya). Tapi tak lama hujan pun turun dengan derasnya, temen-temen pun mau tidak mau terpaksa untuk berteduh jika tidak gitarnya juga bisa rusak. Tapi gue tetap ngotot untuk mengamen walaupun hanya bermodal tepuk tangan. Temen-temen hanya bisa memandang dari jauh dan akhirnya Adi menghampiri gue dan mengajak untuk berteduh.

Setelah malam itu perasaan gue masih tetap sama, hampa.
Bahkan ketika pulang sekolah dan mendapati rumah dalam keadaan kosong dan terkunci, emosi gue memuncak karena kebetulan dirumah juga lagi banyak masalah, di omelin terus gara-gara pulang malam lah, malas belajar lah, dan lain-lain. Gue memutuskan untuk kabur dari rumah cuma berbekal baju sekolah, uang seadanya, dan Qibul (my motorbike).

Malam itu gue memutuskan untuk menginap di tempat andre. Selama 3 hari, gue pindah-pindah menginap di tempat temen-temen. Mereka dengan suka hati membantu gue dan gue sangat berterima kasih. Tetapi lucunya gue tetap sekolah walau gue tahu mudah sekali gue ditemukan disana. Benar aja, orang tua gue mencari ke sekolah, dan melapor pada guru. Seorang guru mencari ke kelas dan menanyakan tentang gue, temen-temen melindungi dan menyuruh gue untuk meninggalkan sekolah.
Tapi gue tetap ngotot untuk tetap disekolah dan gue bersembunyi di belakang lab. komputer.
tetapi rupanya ada guru yang melihat dan mengenali gue dan dia menghampiri gue. Langsung aja gue lari tunggang langgang kekebun sekolah dan memanjat tembok sekolah. Dan dibelakang gue guru itu teriak-teriak dan berusaha mengejar gue tapi apalah daya dia seorang wanita.

Malem ke-3
Gue nongkrong sendirian di tempat ngamen sambil melamun. Terbayang kembali kenangan indah bersama wanita pertama itu dan tanpa sadar tiba-tiba sesosok tangan memeluk gue dari belakang.
Sumpah mampus, gue kaget banget.
Dalam bayangan gue yang memeluk gue itu :
1. orang gila yang sering berkeliaran dijalan (takut diculik gue..hehehehe)
2. polisi yang mau menangkap gue karena disangka anak jalanan
Gue cuma bisa memejamkan mata, terdengar isak tangis disela-sela pelukan tersebut. Gue mencoba membuka mata dan gue lihat umi lah yang memeluk gue dengan terisak-isak sambil berkata,"pulang, nak..". Dibelakang beliau, gue melihat abi yang sedang menahan air mata. Ssebelumnya gue 'gak pernah liat abi menahan air mata apalagi menangis.
abi berkata, "pulanglah.."
Gue kehilangan semua kata-kata.
Gue menuruti perkataan mereka untuk pulang. Dengan mengendarai Qibul, gue membonceng umi dibelakang padahal umi itu takut dibonceng oleh gue. Tapi kali itu, umi ingin dibonceng oleh anaknya ini padahal udara sangat dingin sedangkan abi mengendarai mobil.
Belum juga sampai dirumah eh si Qibul mogok. Alasannya cuma satu, yaitu kehabisan bensin. Abi pun berkeliling mencari penjual bensin eceran dan membeli 1 jerigen penuh isi 5 liter padahal kapasitas si Qibul cuma 4 liter.

Ternyata abi dan umi selama 3 hari gue kabur selalu berkeliling mencari anaknya ini diseluruh kota Bandar Lampung.

Gue merasa sangat berdosa banget. Orang tua gue peduli sama anaknya dan gue hanya peduli pada wanita pacar pertama gue itu.

Dari situ gue berjanji,
Akan gue bahagiakan orang tua gue dengan taruhan apa pun juga. Gue pun menjadi lebih penurut dirumah. Sayangnya, malam itu gue lupa memberi tahu temen-temen kalau gue sudah pulang kerumah. Jadi mereka pada sibuk mencari gue karena mereka tahu gue 'gak ada tempat untuk menginap..
terima kasih banyak perhatiannya kawan. Gue tidak akan lupa.

Gue benci banget sama wanita itu.
Tapi tetap aja gue tidak bisa marah sama dia.
Dalam hidup ini gue belajar satu hal, segala hal yang menyangkut perasaan itu tidak ada yang mutlak, bisa salah dan juga bisa benar, jadi dalam hal ini tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah karena hal ini merupakan sebuah pilihan baik bagi gue maupun dia.
Dan kita harus menghargai sebuah pilihan.

Biarlah kebencian itu gue jadikan api dalam lokomotif kereta yang akan menjadi penyemangat dalam hidup gue.
Gue berusaha untuk jadi yang terbaik. Akan gue tunjukkan padanya ini Wan Adi Baramega yang dulu bukan apa-apa. Bukan untuk merasa hebat, bukan untuk balas dendam, hanya untuk pembuktian.
Dalam permasalahan kehidupan ini gue mendapat banyak pelajaran dan yang paling penting gue jadi tahu arti cinta.


Temen-temen berhati-hatilah dengan perasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar