metafora kehidupan

metafora kehidupan
cara pandang kita menentukan pikiran kita

Jumat, 26 Februari 2010

Petualangan #4

Selanjutnya setelah menikmati makan siang, kami pun membuka oleh-oleh yang berhasil didapatkan dari Glodok. Kebetulan Dasril bawa VCD Player Portable untuk menonton film, sebenarnya gue agak heran, ni orang udah tahu kali ya bahwa kita bakalan beli film-film itu, soalnya dia bawa VCD Player tapi tidak bawa film apa pun, agaknya Dasril berbakat jadi peramal dech. Ternyata film b*k*pnya jelek banget, gue benar-benar tidak telalu suka. Sehabis nonton, Adi buru-buru ke kamar mandi. "Di, mau ngapain loe??", tanya gue. Hanya suara desiran air yang terdengar sebagai jawaban, dalam pikiran gue mungkin dia langsung mandi.

Malamnya, gue, Dasril, dan Adi main keluar menikmati udara malam Jakarta sedangkan yang lain belajar dan nonton TV. Kami bertiga bercerita-cerita dibawah langit malam sambil menikmati gorengan dan minuman dingin. Tidak lupa kami membelikan gorengan buat temen-temen di kamar. Entah karena trauma atau malu, kami sekarang naik turun lebih memilih menggunakan tangga. Acara selanjutnya adalah mandi bareng antara gue, Dasril, dan Adi dengan suara teriakan-teriakan tidak wajar. Kami beruntung tidak ada seorangpun yang menginap disebelah kamar kami sehingga tidak ada yang terganggu.

Berhubung besok kami harus berangkat pagi-pagi menuju Gelora Bung Karno, maka kami memutuskan tidur lebih cepat. Gue, Adi, dan Andre tidur dibawah sedangkan yang lain menikmati empuknya spring bed karena mereka sudah terlebih dahulu mengakuisisi spring bed tersebut. Tengah malam, tiba-tiba Dasril pindah tidur kebawah. Andre yang rupanya memang sangat menginginkan posisi di spring bed tanpa pikir panjang langsung tidur di tempat peninggalan Dasril. Plek.. Ternyata tepat di muka Andre (tidurnya tengkurap) ada genangan air liur yang ditinggalkan oleh Dasril. Genangan tersebut lebih mirip ompol daripada air liur karena sangat besar. Gue dan temen-temen lain yang kebetulan belum tidur tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Andre menikmati air liur dari Dasril.

Paginya kami berpacu dengan waktu. Kami berpikir pasti jalan menuju Gelora Bung Karno pasti macet karena banyak orang yang akan mengikuti tes tersebut. Dengan menyewa ojek, kami pun berpacu menuju Gelora Bung Karno. Sepanjang jalan gue memprovokasi tukang ojek, "Bang, jangan sampai ketinggalan sama mereka. Masa sama tukang ojek lain kalah seh.". Tukang ojek itu pun termakan pancingan gue sehingga dia melajukan motornya ibarat sedang mengikuti balapan Grand Prix. Dan benar saja, di Gelora Bung Karno ramai sekali orang-orang yang ingin berjuang memasuki kampus calon birokrat. Ternyata posisi duduk kami sangat mudah dicari sehingga tanpa cek lokasi pun mudah sekali menemukannya. Sambil menunggu waktu tes dimulai, kami pun memandang sekeliling dan betapa mengejutkan ketika kami melihat seorang pria gendut peserta tes sedang rangkul-rangkulan dan cium-ciuman mesra dengan seorang wanita yang sangat cantik. Mereka berdua ternyata merupakan peserta tes dan saling memberi semangat dengan sentuhan-sentuhan erotis yang sangat membuat kami iri. Bagaimana mungkin seorang pria yang notabene gendut dan tidak berbentuk mempunyai seorang wanita yang cantik nan sexy?? Ternyata benar, cinta tidak hanya melihat fisik seseorang, namun juga dilihat dari isi kantongnya. Ckckckck.

Selesai tes, kami pulang kembali ke wisma. Ternyata dalam perjalanan, kami salah tempat untuk turun dari angkutan umum. Yang mau tidak mau kami pun melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki untuk menghemat uang. Akhirnya sampai juga di depan Wisma Lampung tercinta, kami pun melihat kiri kanan untuk menyebrang jalan karena malas lewat jembatan penyebrangan. Lebih dari 10 menit kami menunggu tapi arus kendaraan tidak pernah sepi dan akhirnya jembatan penyebranganlah tujuan terakhir kami. Dengan gontai kami menuju jembatan penyebrangan diiringi senyum-senyum pedagang sekitar yang dari tadi memperhatikan kami. Taat peraturan nomor 1 dech. Sesampai di kamar, kami kaget mendapati kamar sudah rapi. Seprai spring bed sudah diganti sehingga mulus tidak ada noda dari Dasril, handuk yang kami jadikan keset sudah tidak ada dan digantikan oleh handuk baru, bahkan sampul-sampul VCD b*k*p yang semalam berantakan sudah tersusun dengan rapi. Busyet, jadi malu neh ketemu office boy yang merapikan kamar kami mana ada sampul-sampul VCD dan iler Dasril lagi.

Tidak berapa lama kami pun check out dari Wisma Lampung ternoda menuju Bandar Lampung tercinta. Yang Unik, uang Baskoro habis total sehingga ketika pulang dia sudah tidak memegang uang sama sekali dan meminjam uang untuk membeli makanan (karena uang buat ongkos pulang sudah dipegang Jendro) sedangkan gue dan temen-temen masih pada sisa. Gue heran :
1. Dia jarang jajan kecuali urunan beli VCD dan beli jeruk waktu di bis.
2. Dia tidak beli oleh-oleh lain sedangkan kami semua beli.
3. Uang kami rata-rata sama, 300ribuan.
Entahlah, biarkan itu jadi misteri terselubung karena orangnya sendiri pun tidak tahu uangnya kemana dan dipakai buat apa saja.

Beberapa minggu kemudian pengumuman keluar. Yang diterima cuma Andre di D1 Bea Cukai yang sayangnya tidak di ambil olehnya karena suatu sebab sedangkan kami tidak diterima. Sedangkan nasib VCD-VCD b*k*p itu, dipinjam sama Imam yang kemudian demi memperoleh keamanan saat ospek maka dia menyogok kakak tingkatnya dengan VCD-VCD itu. Parah dah..
Hidup adalah sebuah perjalanan dan perjalanan ini merupakan bagian dari hidup.
Memori perjalanan tidak terlupakan bersama para sahabat pada tahun 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar