metafora kehidupan

metafora kehidupan
cara pandang kita menentukan pikiran kita

Jumat, 26 Februari 2010

Petualangan #3

Petualangan dimulai kembali. Setelah dengan sukses mendaftar di kampus calon birokrat, gue, Baskoro, Andre, Jendro, Adi, dan Dasril berangkat kembali ke Jakarta untuk mengikuti ujian masuknya yang kebetulan tempat tesnya berada di Gelora Bung Karno. Berhubung tesnya diadakan pada hari Minggu, maka kami memutuskan untuk berangkat hari Jumat. Berangkatlah kami dengan penuh percaya diri karena sebelumnya sudah pernah berpetualang kesana. Kami takkan mengulangi kesalahan kami seperti perjalanan pertama bukankah dalam hidup kita harus belajar untuk lebih baik lagi dari yang kemarin. Perjalanan sampai ke Pelabuhan Merak aman sentausa. Kami sudah tidak mempan lagi dengan calo-calo dan tentu saja kali ini kami mendapat bis yang bagus, Arimbi AC. Uniknya kami semua membawa ongkos yang rata-rata sama yaitu, 300ribu rupiah. Diperjalanan Baskoro berbaik hati menawarkan untuk membeli jeruk buat kami semua yang kami sambut dengan suka cita. Nikmat sekali jeruk pemberian seorang sahabat.

Kali ini tujuan kami adalah Wisma Lampung karena jika pelanggan dari daerah Lampung dapat diskon spesial dan juga lokasinya tidak terlalu jauh dari Gelora BUng Karno. Setelah menempuh perjalanan panjang sampailah kami ke Wisma Lampung. Dan tak lama setelah mengurus administrasi, kami pun tiba di lantai 3, tampat kamar kami berada. Kami merilekskan badan sejenak menikmati fasilitas Wisma yang menurut kami lumayan mewah. Sayangnya, sifat kami masih seperti orang yang turun gunung alias kampungan. Kami main siram-siraman air di kamar mandi yang menyebabkan kamar mandi becek dan untuk mengeringkannya kami terpaksa menggunakan handuk dari wisma. Berhubung handuk wisma tersebut sudah kotor maka sekalian kami jadikan keset di kamar mandi karena tidak ada keset di kamar mandi dan kebetulan kami bawa handuk masing-masing.

kurang lebih beginilah gaya Baskoro sebelum melompat didalam lift.
Besoknya, hari Sabtu, kami berpikiran untuk menjenguk lokasi ujian sekalian mengetahui posisi duduk masing-masing. Kami keluar kamar dengan pakaian rapi dan gagah plus semerbak wangi minyak nyong-nyong dan dengan sombong kami memilih untuk turun melalui lift daripada turun tangga. Kami bercanda ria didalam lift tapi tiba-tiba, entah kenapa, Baskoro melompat dalam lift sehingga lift tersebut mendadak berhenti di lantai 1,5. Matilah kami, terbayang bagaimana korban-korban kecelakaan lift akibat macetnya sebuah lift. "Gara-gara loe si Bas.", hardik Dasril dengan emosi. Dan temen-temen yang lain pun pada emosi yang sebenarnya cuma sebagai pengalihan suatu perasaan yang sering kita sebut ketakutan. Sumpah, gue dan temen-temen ketakutan setengah mati. Gimana kalau lift ini jatuh? Gimana kalau tidak ada yang tahu kami terkurung disini? Dan berjuta kemungkinan terburuk lain pun terbayang dikepala kami. "Sudah semua tenang. Lebih baik kita menghemat udara disini.", kata Jendro yang langsung diiyakan oleh kami karena kami tidak tahu apa-apa hal mengenai terjebak di lift. Liftnya saja jarang-jarang naik. Dandanan ganteng kami pun berubah berantakan seiring berjalannya waktu. Sekitar 15 menit kemudian yang bagi kami seperti berjam-jam, pintu lift pun terbuka oleh para office boy. Mereka langsung menolong kami keluar dari lift yang berhenti di tengah-tengah lantai 1 dan lantai 2.
"Tadi ada yang lompat yah di dalam lift?", tanya seorang office boy. Kami pun sepakat melindungi harkat dan martabat kami sebagai orang-orang ganteng dengan bilang, "Tidak ada yang lompat koq mas. Liftnya tiba-tiba berhenti sendiri.". Si office boy cuma diam sambil mengernyitkan dahi tanda bahwa dia tidak percaya tapi itu tidak masalah bagi kami. Kami langsung berlari keluar untuk berangkat ke tujuan berikutnya, Gelora Bung Karno. Diperjalanan kami saling tertawa mengingat kejadian lucu tadi. Terbayang kembali ekspresi-ekspresi kami ketika terjebak di dalam lift dan tanpa sadar kami tertawa terbahak-bahak didalam bis.

Sayang sekali, sesampai disana, Gelora Bung Karno masih tutup. Daripada percuma sudah keluar, maka kami memutuskan untuk jalan-jalan seputaran Jakarta naik bis Transjakarta. Tempat yang menarik perhatian kami adalah Glodok. Katanya disana menjual barang-barang dengan harga yang lumayan murah. Sesampai disana kami pun berkeliling ke pertokoan Glodok. Andre malah sempat berpikiran untuk membeli HP baru disana tapi sayang tidak jadi karena masih sayang dengan 6600-nya. Di lantai puncak kami sangat terkejut karena disana berisi penjual-penjual VCD bajakan yang sangat banyak dan lebih terkejut lagi ternyata VCD yang dijual adalah VCD b*k*p. Dasar jiwa muda bin mesum, kami sepakat untuk urunan membeli beberapa keping VCD untuk konsumsi pribadi dan tidak diperjuallbelikan kembali. Kami beringsut pulang ke Wisma begitu lewat tengah hari karena sudah tidak tahan lagi akan cuaca panas ibukota. Sebelum masuk ke wisma, Kami sempatkan untuk membeli nasi dan es buah karena memang di wisma kami hanya mendapat jatah makan pagi.

Menikmati makanan dan es buah diiringi kesejukan AC. Memorial hari Sabtu sore pada tahun 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar