*hufh..
menghela nafas sambil memejamkan mata dan sesaat kemudian mengadah keatas membuka mata. Yah ini salah satu cara gue meresapi suatu masalah.
Gue ingin berbagi pandangan mengenai masalah yang akhir-akhir ini menjadi topik sengit di berbagai media, ya mengenai masalah Bank Century dan efek-efek lain yang timbul. Pertama mungkin masalah pandangan politik.
Gue masih bingung dengan maksud politik-politik tertentu terkait bail out. Pertama gue mencoba menelaah dari sisi pemerintah, gue rasa Menteri Keuangan sudah menerapkan kebijakan yang pantas diambil untuk pencegahan krisis. Siapa seh yang mau krisis seperti tahun 1997 terulang?? Gue rasa tidak ada yang mau. Permasalahan pertama, pengambilan kebijakan tersebut berdasarkan asumsi-asumsi terkait kekhawatiran terjadi dampak sistemik dari likuidasi Bank Century, salah satunya krisis kepercayaan di sektor perbankan. Hal ini tidak bisa diperdebatkan karena ini belum terjadi dan merupakan tindakan pencegahan. Siapa yang akan tahu persis kejadian di masa depan??? bukankah tidak ada kawan selain Sang Khalik. Kalaupun ada mungkin yang bermasalah adalah aliran dana tersebut kemana saja, ini yang gue rasa harus diusut tuntas. Dana bail out 6,7 triliun merupakan dana yang sangat besar malah ada yang mengatakan dengan dana segitu bisa membeli berapa milyar kerupuk (hitung juga dapat berapa milyar kerupuk dengan dana BLBI) atau malah membangun fasilitas-fasilitas lain yang inginnya dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat tetapi coba kita tinjau ulang krisis tahun 1997, tahukah kalian berapa total dana yang dikucurkan untuk mengatasi krisis??? 647,130 triliun kawan. Seratus kali lipat lebih dari dana bail out Bank Century. 144,536 triliun dialirkan buat BLBI yang sampai sekarang tidak pernah selesai. Kenapa?? karena obligor-obligor itu lebih pintar, cukup dengan menyuap pejabat yang berkepentingan maka perkara akan di-SP3 seperti kasus Samsul NurSalad yang bahkan kasusnya sendiri lebih dari dana bail out yaitu $97.000.000 dan 6,9 triliun rupiah dan masih banyak kasus lagi yang tidak terselesaikan. Oke bila gue menganggap permasalahan kebijakan ini adalah takut terulangnya kasus-kasus obligor BLBI tapi bagaimana bila sudut pandang sedikit berubah, yaitu dana ini dikeluarkan untuk pencegahan bukan untuk mengatasi krisis seperti pada tahun 1997. Bagaimana bila asumsi yang berdampak sistemis tersebut benar-benar terjadi? Bayangkan berapa banyak lagi dana yang harus dikeluarkan.
Bila ada pertanyaan, "sayang uangnya, kenapa 'gak dilikuidasi saja bank century??"
Wow.. masalah bukan sekedar cuma menetapkan likuidasi bank tetapi efek yang ditimbulkan oleh likuidasi tersebut dan dari data yang dibeberkan Menteri Keuangan, dana untuk likuidasi lebih besar lagi dari dana bail out. Ya, likuidasi bukan hanya tinggal lepas tangan, ada yang harus diselesaikan, antara lain, pembayaran pesangon pegawai (mau ketika ente kerja, tiba-tiba di-PHK tanpa pesangon??), dana pemberesan aset, pembayaran simpanan nasabah, dll. Efeknya juga mungkin akan timbul krisis kepercayaan atau rush di berbagai bank (ini berdasarkan asumsi). Lagian juga perlu dikaji apakah dana tersebut benar-benar hilang karena yang gue denger itu juga merupakan penyertaan modal sementara (bisa dilakukan dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional sesuai UU no. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara) dan kalau memang dana tersebut berasal dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) maka itu bukan ranah kuasa pemerintah lagi karena LPS merupakan badan hukum sendiri atau temasuk kekayaan negara yang dipisahkan jadi mereka bertindak sebagai perusahaan profesional, serahkan saja sama LPS. Perlu dicatat, LPS baru ada pada tahun 2004 dengan UU no. 24 tahun 2004 sedangkan pada masa krisis tahun 1997 itu tidak ada LPS.
Permasalahan kedua dalam ranah politik adalah kepentingan partai yang merajalela di DPR yang gue harus memperjuangkan kepentingan rakyat dan meletakkan kepentingan negara diatas segala kepentingan, bukankah itu sumpah yang dulu mereka anut. Yang gue heran juga kenapa partai d*m*kr** seperti memberi opini buruk dengan cara-cara penundaan-penundaan. Jangan takut, biarlah aliran dana itu diusut toh jika memang benar seharusnya tidak perlu takut. Cuma memang ditakutkan akan terjadi pergolakan ekonomi terkait dengan ini karena Menteri Keuangan yang seharusnya konsen mengurus hal-hal lain yang lebih penting malah notabene harus bergulat dengan masalah ini. Dalam sudut pandang gw sebagai pembaca berita, selama beberapa tahun memimpin Kementerian Keuangan, SMI, banyak perubahan yang sudah terjadi. Dulu kalau kalian pernah baca, Bea Cukai dan Pajak termasuk salah satu instansi terkorup berdasarkan Transparancy International, sekarang sudah tidak masuk daftar lagi kawan, sehingga penerimaan negara dari sektor perpajakan meningkat beberapa kali lipat. Tidak semua orang mampu melakukan hal ini kawan dengan berbagai tekanan besar. Gue bukan orang fanatik terhadap SMI cuma gue kagum sama cara kerja beliau. Jadi kalau mau diusut silahkan diusut karena bagi gue kebijakan yang diambil ketika dalam kondisi krisis berbeda dengan keadaan pada saat normal dan lagi yang mungkin dipermasalahkan adalah aliran dananya, namun jika tidak terbukti jangan malah mencari-cari. Mengutip perkataan teman, "Kebenaran adalah aklamasi bukan voting". Sebijak apapun keputusan memang perlu diawasi pelaksanaannya karena titik rawan dalam suatu kebijakan adalah pelaksanaannya. Semua ini bersumber dan tidak lepas dari moral, kawan.. Moral...
menghela nafas sambil memejamkan mata dan sesaat kemudian mengadah keatas membuka mata. Yah ini salah satu cara gue meresapi suatu masalah.
Gue ingin berbagi pandangan mengenai masalah yang akhir-akhir ini menjadi topik sengit di berbagai media, ya mengenai masalah Bank Century dan efek-efek lain yang timbul. Pertama mungkin masalah pandangan politik.
Gue masih bingung dengan maksud politik-politik tertentu terkait bail out. Pertama gue mencoba menelaah dari sisi pemerintah, gue rasa Menteri Keuangan sudah menerapkan kebijakan yang pantas diambil untuk pencegahan krisis. Siapa seh yang mau krisis seperti tahun 1997 terulang?? Gue rasa tidak ada yang mau. Permasalahan pertama, pengambilan kebijakan tersebut berdasarkan asumsi-asumsi terkait kekhawatiran terjadi dampak sistemik dari likuidasi Bank Century, salah satunya krisis kepercayaan di sektor perbankan. Hal ini tidak bisa diperdebatkan karena ini belum terjadi dan merupakan tindakan pencegahan. Siapa yang akan tahu persis kejadian di masa depan??? bukankah tidak ada kawan selain Sang Khalik. Kalaupun ada mungkin yang bermasalah adalah aliran dana tersebut kemana saja, ini yang gue rasa harus diusut tuntas. Dana bail out 6,7 triliun merupakan dana yang sangat besar malah ada yang mengatakan dengan dana segitu bisa membeli berapa milyar kerupuk (hitung juga dapat berapa milyar kerupuk dengan dana BLBI) atau malah membangun fasilitas-fasilitas lain yang inginnya dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat tetapi coba kita tinjau ulang krisis tahun 1997, tahukah kalian berapa total dana yang dikucurkan untuk mengatasi krisis??? 647,130 triliun kawan. Seratus kali lipat lebih dari dana bail out Bank Century. 144,536 triliun dialirkan buat BLBI yang sampai sekarang tidak pernah selesai. Kenapa?? karena obligor-obligor itu lebih pintar, cukup dengan menyuap pejabat yang berkepentingan maka perkara akan di-SP3 seperti kasus Samsul NurSalad yang bahkan kasusnya sendiri lebih dari dana bail out yaitu $97.000.000 dan 6,9 triliun rupiah dan masih banyak kasus lagi yang tidak terselesaikan. Oke bila gue menganggap permasalahan kebijakan ini adalah takut terulangnya kasus-kasus obligor BLBI tapi bagaimana bila sudut pandang sedikit berubah, yaitu dana ini dikeluarkan untuk pencegahan bukan untuk mengatasi krisis seperti pada tahun 1997. Bagaimana bila asumsi yang berdampak sistemis tersebut benar-benar terjadi? Bayangkan berapa banyak lagi dana yang harus dikeluarkan.
Bila ada pertanyaan, "sayang uangnya, kenapa 'gak dilikuidasi saja bank century??"
Wow.. masalah bukan sekedar cuma menetapkan likuidasi bank tetapi efek yang ditimbulkan oleh likuidasi tersebut dan dari data yang dibeberkan Menteri Keuangan, dana untuk likuidasi lebih besar lagi dari dana bail out. Ya, likuidasi bukan hanya tinggal lepas tangan, ada yang harus diselesaikan, antara lain, pembayaran pesangon pegawai (mau ketika ente kerja, tiba-tiba di-PHK tanpa pesangon??), dana pemberesan aset, pembayaran simpanan nasabah, dll. Efeknya juga mungkin akan timbul krisis kepercayaan atau rush di berbagai bank (ini berdasarkan asumsi). Lagian juga perlu dikaji apakah dana tersebut benar-benar hilang karena yang gue denger itu juga merupakan penyertaan modal sementara (bisa dilakukan dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional sesuai UU no. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara) dan kalau memang dana tersebut berasal dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) maka itu bukan ranah kuasa pemerintah lagi karena LPS merupakan badan hukum sendiri atau temasuk kekayaan negara yang dipisahkan jadi mereka bertindak sebagai perusahaan profesional, serahkan saja sama LPS. Perlu dicatat, LPS baru ada pada tahun 2004 dengan UU no. 24 tahun 2004 sedangkan pada masa krisis tahun 1997 itu tidak ada LPS.
Permasalahan kedua dalam ranah politik adalah kepentingan partai yang merajalela di DPR yang gue harus memperjuangkan kepentingan rakyat dan meletakkan kepentingan negara diatas segala kepentingan, bukankah itu sumpah yang dulu mereka anut. Yang gue heran juga kenapa partai d*m*kr** seperti memberi opini buruk dengan cara-cara penundaan-penundaan. Jangan takut, biarlah aliran dana itu diusut toh jika memang benar seharusnya tidak perlu takut. Cuma memang ditakutkan akan terjadi pergolakan ekonomi terkait dengan ini karena Menteri Keuangan yang seharusnya konsen mengurus hal-hal lain yang lebih penting malah notabene harus bergulat dengan masalah ini. Dalam sudut pandang gw sebagai pembaca berita, selama beberapa tahun memimpin Kementerian Keuangan, SMI, banyak perubahan yang sudah terjadi. Dulu kalau kalian pernah baca, Bea Cukai dan Pajak termasuk salah satu instansi terkorup berdasarkan Transparancy International, sekarang sudah tidak masuk daftar lagi kawan, sehingga penerimaan negara dari sektor perpajakan meningkat beberapa kali lipat. Tidak semua orang mampu melakukan hal ini kawan dengan berbagai tekanan besar. Gue bukan orang fanatik terhadap SMI cuma gue kagum sama cara kerja beliau. Jadi kalau mau diusut silahkan diusut karena bagi gue kebijakan yang diambil ketika dalam kondisi krisis berbeda dengan keadaan pada saat normal dan lagi yang mungkin dipermasalahkan adalah aliran dananya, namun jika tidak terbukti jangan malah mencari-cari. Mengutip perkataan teman, "Kebenaran adalah aklamasi bukan voting". Sebijak apapun keputusan memang perlu diawasi pelaksanaannya karena titik rawan dalam suatu kebijakan adalah pelaksanaannya. Semua ini bersumber dan tidak lepas dari moral, kawan.. Moral...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar